Monday, September 3, 2018

Let's Start and Finish It!

pict source: elenalinville.com

Siap memulai, berarti harus siap menyelesaikannya sampai akhir. Apa yang dimulai? Semua hal, entah hal yang kecil ataupun besar. Entah hal yang mudah ataupun sulit. Entah yang menjadi pilihan kita sendiri ataupun dipilihkan oleh waktu dan keadaan. Entah yang kita sukai ataupun yang pada akhirnya kita benci... (tapi jangan yaaaa... heheh... karena membenci sesuatu itu ngga enak beut rasanya... *o*)

Memulai sesuatu, bukanlah sebuah hal yang mudah. Ada satu, dua, tiga, bahkan banyak pertimbangan yang mengharuskan kita memilih untuk ‘memulai’ sebuah perjalanan. Perjalanan yang mungkin akan menjadi sangat panjang, sangat sulit, atau penuh rintangan. Karena itu, bertahan untuk menyelesaikan perjalanan itu sampai akhir, akan jauh-jauh lebih sulit. 

Namun, sesulit apapun sebuah perjalanan, sepanjang apapun rute yang harus ditempuh, seberat apapun rindu yang harus disimpan... karena kitalah yang memulai, kita jugalah yang harus mengakhiri. Itulah tanggung jawab kita sebagai seseorang yang sudah berani memulai. 

Ada saatnya, kita ingin menyerah. Kita pun sempat berpikir untuk mengakhiri perjalanan yang mungkin tidak akan pernah ada ujungnya ini. Apakah jalan yang kita tempuh ini benar? Apakah ini jalan terbaik yang memang harus kita tempuh sampai akhir? Tapi, bagaimana kalau hasil akhirnya jauh dari yang kita inginkan? Inilah salah satu titik tersulit yang suatu saat akan kita hadapi. Dilema antara maju terus sampai akhir atau mundur teratur dan memulai jalan yang lain. Kekekeke...

Ketika kita berani untuk memulai, kita pun harus bertanggung jawab untuk menyelesaikan sampai akhir. Bukan hanya sekadar berakhir tanpa arti. Tapi, berakhir dengan cara dan hasil yang baik. Cara yang tidak menyakiti siapapun. Hasil yang baik, bukan berarti hasilnya harus seperti yang kita inginkan. Tapi... hasil yang memberi banyak pengalaman, mengajarkan untuk menjadi seseorang yang jauh lebih baik dari sebelumnya.

Jadi... let’s start and finish it...! But, don't forget to enjoy every step on it!

\^o^/

Saturday, September 1, 2018

Ketika Rindu Belum Menemukan Tempatnya Berlabuh


Kenapa harus merasa kehilangan, sementara kita belum pernah memiliki....
Kenapa harus merasa cemburu, sementara kita bukanlah siapa-siapa....
Kenapa harus ada benci, sementara dia belum pernah menyakiti....
Kenapa harus melupakan, sementara dia belum pernah menyimpan kenangan tentang kita....
Kenapa harus ada rindu, sementara dia berusaha untuk melupakan....

Begitulah rumitnya perasaan ketika rindu belum menemukan tempatnya untuk berlabuh. Perasaan yang rumit, sekaligus tak ramah untuk hati. Perasaan yang lebih sering membuat hati melupakan caranya bahagia. Perasaan yang ingin secepatnya kita hentikan ‘lajunya’. 

Mungkin, keadaan akan jauh lebih baik, ketika kita bisa menempatkan dia sebatas teman dan kenangan. 

Kalaupun masih teramat sulit, perlahan waktulah yang akan membantu mengobati luka karena rindu itu. Waktulah yang akan membantu hati menciptakan kenangan baru, tentang dia sebagai teman baik. Waktulah yang akan mengantarkan kita pada pertemuan-pertemuan baru. Pertemuan-pertemuan baru yang akan membawa kita pada seseorang yang namanya masih menjadi rahasia langit, sebagai tempat terbaik rindu untuk berlabuh.

(Heheh... siang-siang ngajak baper ceritanya....)

\^o^/

Sunday, August 26, 2018

Tentang Pilihan: Menjadi Diri Sendiri atau Menjaga Hati Orang Lain?

pict source: quoteromantic.com
 
Terkadang, atau mungkin berulang kali kita harus menghadapi dua pilihan ini, menjadi diri sendiri atau menjaga hati orang lain. Dua pilihan yang sama pentingnya. Dua pilihan yang tak bisa ditinggalkan dengan mudah. Dua pilihan yang dalam satu waktu harus bertemu dalam situasi yang jauh dari sederhana.

Ketika kedua pilihan ini datang bersama-sama, mana yang harus dipilih lebih dahulu? 

Menjadi diri sendiri, selalu membantu kita untuk menemukan sekaligus menciptakan bahagia. Menjadi cara paling sederhana untuk menumbuhkan rasa nyaman di manapun, kapanpun, dan bersama siapapun kita berada. 

Menjadi diri sendiri, menjadi apa adanya kita, dengan semua kelebihan dan kekurangan yang kita miliki. Lalu, bagaimana jika ada satu, dua, tiga, atau mungkin cukup banyak orang yang tidak menyukai kita yang sekarang ini? Begitulah... kita tidak bisa membuat semua orang menyukai kita kan? Ada saja yang kurang suka, tidak suka, atau apapun itu. Tapi... yang paling penting, kita masih bisa bahagia kan? Masih bisa membuat orang-orang yang kita sayangi tersenyum.

Untuk mereka yang masih saja tidak menyukai kita, lupakan saja mereka...! Kekekeke... bercanda! Bukan melupakan, tapi memahami dan memaafkan lebih tepatnya. Apa yang dipahami dari mereka yang tidak menyukai kita? Bukan memahami bagaimana caranya agar mereka berubah menyukai kita. Tapi... memahami alasan mereka tidak menyukai kita. Siapa tahu, ada sesuatu dari diri kita yang memang harus diubah. Di sini bukan berubah untuk menjadi orang lain, tapi berubah untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. 

Lalu, bagaimana kalau kita sudah mencoba berubah menjadi lebih baik, tetapi mereka tetap saja tidak menyukai kita? Sepertinya, kita masih perlu memahami. Memahami bahwa mereka juga memiliki satu hati. Satu hati yang memiliki hak asasi memilih ‘menyukai’ ataupun ‘tidak menyukai’ dengan alasan yang menurut mereka benar. Bahkan, terkadang dengan alasan yang hanya bisa mereka pahami sendiri. Setelah cukup memahami ‘hati’ mereka, saatnya kita untuk memaafkan. Susah-susah gampang kan? Hehehehe.... 

Selalu menjadi diri sendiri, memudahkan kita untuk menciptakan rasa nyaman dan bahagia, bahkan untuk menemukan cinta. Hihihihihi.... \^o^/ 

Namun....

Terkadang, dengan menjadi diri sendiri kita melupakan orang lain di sekitar kita. Kita mungkin terlalu nyaman dengan cara berpikir, bersikap, dan bertutur kata. Sampai-sampai kita mengabaikan kenyamanan mereka. Mengabaikan bagaimana pendapat, perasaan, pemikiran, dan yang pasti hati mereka. 

Pilihan antara menjadi diri sendiri atau menjaga hati orang lain seringkali kita hadapi dalam ‘kisah’ persahabatan. Kita akan merasa nyaman menjadi diri kita sendiri ketika berada di tengah sahabat-sahabat kita. Sahabat-sahabat kita yang baik pun akan menerima apa adanya kita. Namun, jangan lupa untuk menjaga hati mereka. Mereka juga bisa marah ataupun lelah dengan tingkah kita. 

Bukan hanya mereka yang harus memahami kita kan? Tanpa harus diminta, kita harus belajar memahami mereka. Meskipun keselnya, marahnya, ataupun lelahnya sahabat bisa hilang secepat larinya Lalu Muhammad Zohri, tapi kita tetap harus menjaga hati mereka. Karena bisa jadi, tanpa disadari, kita sudah sering menyakiti mereka. Kita pun belum sempat untuk meminta maaf. Di sinilah kepekaan sangat dibutuhkan. Hehehehehe.... Sahabat yang peka, biasanya menjadi sahabat yang selalu dirindukan... \^o^/

Jadi... bertemu pilihan antara menjadi diri sendiri atau menjaga hati orang lain, bisa menjadi pilihan yang mudah, sedang, ataupun sulit. Tergantung bagaimana cara menyikapi kedua pilihan ini. Menjadi diri sendiri memang sangat penting, bahkan harus. Tapi, ada saatnya kita harus menahan ego. Kenapa? Pertama, karena mungkin memang ada yang harus diubah dari diri kita untuk menjadi lebih baik (bukan untuk menjadi orang lain). Kedua, karena kita memang harus menjaga hati orang lain. Bukan hanya kita yang memiliki hati. Bukan hanya hati kita yang harus dihargai. Dengan belajar menghargai dan menjaga hati mereka tidak akan mengubah kita menjadi orang lain. Iya, kan?

\^o^/