Kali
ini bukan catatan rindu ceritanya, hehehehehe.... Kenapa? Karena catatan ini
bukan hanya tentang rindu, tapi tentang beberapa hal yang cukup merangkum
perjalanan langkah kaki selama kurang lebih dua tahun ini.
Dua
tahun, deretan hari-hari panjang, penuh perjuangan, yang begitu saja berlalu
tanpa kenangan. Bahasanya, kenapa jadi gini banget yak? Maklum ya kan, udah
lama ngga nulis di sini.... Rindu rasanya kembali ke sini, tapi apa daya? Hati
masih ragu untuk kembali. Kenapa harus ragu? Karena ternyata hati ini masih
belum cukup kuat untuk menjadi bagian dari roda kehidupan yang sesungguhnya.
Dari
beberapa tulisan yang menyapa teman-teman di sini, tentang waktu, tentang
mimpi, tentang roda kehidupan, hanya menjadi serpihan kecil dari kehidupan. Dan
memang, menulis jauh lebih mudah dari menjalani semuanya sendiri. Kayak habis
nglewatin fase kehidupan kayak apa gitu ya?
Ada
beberapa peristiwa yang menuntut hati dan diri untuk menepi sejenak. Dimulai
ketika perlahan memberanikan diri keluar dari comfortzone, melangkahkan kaki untuk meraih mimpi, lalu harus
beberapa kali terjatuh. Yaph, entah sudah berapa kali kegagalan itu datang,
ngga pergi-pergi lagi. Entah karena langkah ini salah, atau mungkin perjuangan
ini masih belum cukup besar. Sampai akhirnya, stuck di satu tempat. Roda kehidupan seolah masih enggan berputar.
Dan, saat roda itu masih enggan berputar, posisinya baru pas ngga enak banget,
posisi poling bawah. Ya, saat ini masih di sini, di tempat ini, tapi setidaknya
masih selalu bersama mereka yang selalu menemani.
Lalu...
untuk hari ini, detik ini, apa kabar mimpi? Bertemu yang namanya kegagalan,
memang bukan hal yang mudah. Ibaratnya, kalau kena pukulan, pukulannya kenceng
banget, sampai jatuh tersungkur lagi. Ngga cukup itu, pukulannya harus sampai
berkali-kali. Ditambah lagi, waktu yang terus melaju membuat usia semakin
tinggi kan? Setiap detik yang berlalu, saat itu juga usia kita berkurang.
Hidup, oh hidup, perjalanannya memang selalu penuh misteri. Kapan kehidupan tak
lagi terlihat sengeri ini? Wkwkwkwkwk.... Kesannya kayak hopeless banget gitu..... T_T
Memang,
sekarang masih berusaha sembuh dari yang namanya fase hopeless. Setiap hari masih terus menata hati dan dunia masih tampak
ngeri. Haduuuuu....
Bagiamana
caranya menata hati? Ngga tahu si, jawaban yang paling benar dari pertanyaan
ini. Ngga tahu juga, hati ini sudah tertata kembali atau belum. Yang pasti,
sekarang hati ini mulai merasa jauh lebih baik, lebih nyaman.
Kalau
ditanya kenapa hati ini menjadi lebih baik dari kemarin-kemarin, bingung juga
njelasinnya. Karena setiap hati punya cara menyembuhkan lukanya sendiri. Em,
simpelnya gini, setiap orang punya masalah masing-masing kan, pasti cara untuk
sembuh dari lukanya juga lain-lain. Kalau Mey, cara sembuhin hatinya gimana?
Sekarang
hatinya Mey juga masih belum sembuh kok. Kenapa bisa merasa lebih baik?
Karena... kalau diceritain mah bakalan panjang, ribet juga. Tapi ngga papa ya,
silakan dinikmati keribetan dan kemumetan Mey selama beberapa waktu ini.
Selama
masa pandemi ini, yaaaa.... COVID-19, membuat banyak manusia dipaksa betah di
rumah. Sama, Mey juga puluhan hari harus di rumah, ngga bisa pergi jauh-jauh.
Tapi ngeri juga kalau harus pergi jauh-jauh. Tuh kan, sebelumnya aja dunia udah
kelihatan ngeri, tambah COVID-19 yang betah singgah, jadi ngeri kuadrat. Selama
masa-masa di rumah ini, rasanya hati udah kayak naik roller coaster (Tulisannya yang bener kek apa ya? Wkwkwkwk, jadi
ketahuan kalau belum pernah naik wahana begituan).
Ada
saatnya justru Mey ngerasa terlalu aman dan nyaman di rumah saja, ngga perlu
pergi ke mana-mana, ngga perlu berubah. Toh, hidup gini-gini aja terus, ngga
apa-apa, kan? Sampai akhirnya bulan kelahiran terlalu cepat menyapa. Lalu, hati
mulai bertanya-tanya, Mey kamu udah ngapain aja Mey? Kenapa ngga ngapa-ngapain?
Kapan kamu bisa bermanfaat untuk orang lain? Gimana mau bermanfaat untuk orang
lain, bermanfaat untuk ibuk-bapak ae, masih perlu dipertanyakan. Kapan kamu mau
berubah Mey? Kapan kamu bisa ketemu jodoh? (Hiyaaaa, pertanyaan ini juga
datang, tuing gitu kayak palu yang jatuh pas di kepala....) Pertanyaan tentang
jodoh lagi... Kalau kita ngga ngapa-ngapain, kalau kita ngga melangkakhkan kaki
ke dunia yang lebih luas, gimana caranya ketemu jodoh coba? Kenapa jadi offside ke jodoh? Soal jodoh nanti
ya.....
Setelah
pertanyaan-pertanyaan berat itu datang, fase selanjutntya, mencari jawaban dari
pertanyaan itu. Jauuuuuuuh lebih berat, hati rasanya lelah sekali. Udah ngerasa
kayak, ngga punya waktu banyak untuk berubah. Sampai datang pertanyaan, apa
memang kesempatan itu, ngga akan pernah ada? Soalnya, ngelihat teman-teman
seangkatan yang udah melangkah jauh ke depan. Sementara, kamu ngapain aja Mey?
Lalu...
kemumetan masih berlanjut sampai beberapa waktu.... Mumet yang dinikmati
sendiri, karena ngga berani cerita ke siapa-siapa. Nanti kalau cerita malah
nambah kemumetan mereka juga.
Terus
kenapa sekarang hati ini merasa “sedikit” lebih baik? Karena akan selalu ada
Alloh SWT, tempat kita mengadu kan? Malem-malem kan, sebelum tidur, ngga ada
angin ngga ada hujan, tiba-tiba pengin banget ngobrol sama Alloh. Ngga tahu
kenapa, kangen gitu rasanya. Semua unek-unek yang selama ini numpuk di hati,
keluarlah sudah. Nangis? Iya.... Tapi habis itu jadi plong, jauh lebih lega.
Kenapa ngga dari dulu ya? Mey... Mey....
Setelah
malam itu, mulailah jujur-jujuran sama diri sendiri. Selama ini apa ada yang
salah, atau siapa yang salah? Yang salah cuma satu, diri sendiri. Bukan maksud
hati, menyalahkan diri. Tapi, ini jujur dari hati, yang salah Mey sendiri. Ngapain
susah-sasah nyalahin orang. Ini kan hidupnya Mey sendiri, yang harus tanggung
jawab siapa coba? Habis ketemu tersangka utamanya, belajar untuk menerima apa
yang terjadi sekarang, pelan-pelan memaafkan diri sendiri dan keadaan.
Habis
itu? Inilah satu hal yang sebenernya paling penting. Tapi selama ini, Mey justru
lupa, sombong, atau apalah namanya ngga tahu. Pelan-pelan, mulai belajar lebih
dekat dengan Sang Pemilik Kehidupan, Alloh SWT. Lebih dekat itu seperti apa? Ngga
tahu juga yang paling bener kayak apa. Udah dua kali kayaknya jawaban kek gini
muncul, ‘ngga tahu yang paling bener kayak apa’. Kalau Mey, caranya gimana?
Sebenernya paling takut kalau nulis soal ini, soalnya Mey aja masih begitulah
adanya. Belum pantes, masih harus belajar banyak, mungkin malah harus belajar
dari awal. Ada yang mau ngajarin? Adalah nanti yang ngajarin, calon imam
mungkin? (ujung-ujungnya ke sini ae, maafkan yaaa....)
Kembali
ke belajar lebih dekat dengan Alloh SWT. Yakiiiiiin, ngga tahu yang paling
bener kayak apa. Mungkin teman-teman bisa bantu ngasih jawaban ya.... Kalau
Mey, semuanya harus dimulai dari hati. Kalau hati kita udah memilih untuk
belajar lebih dekat dengan Alloh, insyaalloh ada banyak banget cara untuk lebih
dekat. Kalau Mey biasanya, bilang ke hati gini, “Wahai hati, inget ya ada Alloh
yang akan selalu ada buat kamu. Jadi, jangan pernah melupakan Alloh dalam
setiap perjalanan kamu nanti. Alloh itu dekat, dekat sekali. Bahkan, ketika
kita menjauh, Alloh tidak akan pernah meninggalkan kita.” Terus, sering-sering
curhat, ngobrol sama Alloh. Caranya? Banyak banget caranya. Sholat, doa, ngaji,
sebelum tidur sempetin curhat sama Alloh, apalagi? Buanyak lagi, tinggal pilih
cara yang paling baik dan nyaman. Kalau Mey pilih yang mana? Ngga usah dijawab
ya, cara curhatnya biar jadi rahasianya Mey sama Alloh. Tentang kapannya?
Kapanpun Alloh pasti siap mendengarkan keluh kesah kita.
Intinya,
selalu melibatkan Alloh dalam menata hati. Lanjut ya.... Sebenernya, selama dua
tahun ini, ngga banyak perubahan, mungkin malah ngga ada perubahan. Kasihan
banget yak, Mey... Mey.... Tapi, beberapa hari terakhir ini, ngga tahu kenapa,
ada keinginan untuk menjadi Mey yang baru. Selama ini, Mey udah jatuh bangun
ngejar cita-cita. Tapi, Mey sendiri ngga yakin kalau itu cita-cita Mey yang
sesungguhnya apa bukan? Kok bisa gitu? Bisalah. Di antara teman-teman mungkin
juga sudah pernah berada di posisi ketika orang tua kita pengin anaknya jadi
ini, itu, ono, apa lagi? Sebagai anak yang ingin membahagiakan orang tua, nah
kita berusaha tuh, untuk mewujudkan cita-cita mereka. Ada yang langsung
berhasil, ada yang masih berjuang, sayangnya ada juga yang harus gagal. Alasan
gagalnya? Kurang ikhlas menjalaninya mungkin.... Haha, ngga kok bercandaaaa.
Alasan gagalnya yang pasti, itu bukan yang terbaik. Siapa tahu cita-cita
kitalah yang terbaik. Tapi setidaknya, kita sudah pernah memperjuangkan
cita-cita orang tua kita kan?
Selama
ini, Mey sudah berjuang, bukan berjuang yang asal-asalan. Tapi bener-bener
berjuang keras, berusaha memberikan yang terbaik, sama seperti teman-teman yang
sudah pernah berjuang untuk mewujudkan cita-cita orang tua. Tapi, takdir
menuntun pada hasil yang bisa dibilang menyakitkan. Untuk cita-cita Mey
sendiri, gimana nasibnya? Selama ini masih terombang-ambing, terbengkalai
tepatnya. Kenapa? Apa karena terlalu fokus pada cita-cita yang lain, jadi ngga
ada waktu? Bukan. Tapi karena, Mey masih belum dewasa me-manage waktu, pokoknya masih awur-awuran banget. Ngga ketata.
Keiinginan buat lanjut nulis, setiap hari ada. Tapi... mendadak terhenti
beberapa detik sebelum eksekusi. Menulis di angan-angan, judulnya. Kenapa
berhenti? Karena pola pikir Mey yang masih sempit dan belum dewasa. Jujur ceritanyaaa....
Pertanyaan tentang emang nanti tulisan Mey ada yang baca, emang bisa menjamin
masa depan, buat apa nulis kalau ngga ada manfaatnya, mending juga nglakuin hal
lainnya yang lebih bermanfaat. Begitulah, unek-unek yang selalu datang tak
diundang, dan ngga mau pulang-pulang.
Cita-cita
Mey sebenernya jadi apa sih? Cita-cita yang dari SD, SMP, SMA, kuliah, dan
sekarang sering berubah-ubah karena ngga fokus dan konsisten. Tulisan Mey
selama ini begimane? Kan judulnya lagi-lagi nulis itu, jauh lebih mudah dari
yang nglakuin. Kalau kemarin-kemarin mungkin masalahnya Mey masih masalah yang
gampang buat dilewatin. Tapi, waktu yang terus berjalan membawa diri ini bertemu
masalah yang memang mengharuskan berada di titik ini. Titik di mana menjalankan
apa yang ada di sebagian tulisan Mey itu, ternyata ngga mudah. Sulit, nyakitin
juga bruuuh.... Rasa ingin menyerah sudah berkali-kali menghampiri, tapi Mey
masih diberi kesempatan untuk hidup, jadi ngga boleh nyerah sama kehidupan kan?
Kembali
ke sini, sebenernya cita-cita Mey apa sih? Cita-cita yang sebenarnya sudah dari
kecil tersimpan rapi, menjadi penulis. Terus, Mey sebenernya pengin nulis apa?
Pertanyaan berat ini. Bukan karena ngga tahu jawabannya, tapi masih malu untuk
ngasih jawabannya. Soalnya, dari dulu selalu berhenti di tengah jalan. Tapi
ngga boleh malu sama cita-cita sendiri kan? Karena cita-cita harus diperjuangkan.
Mey pengin nulis buku. Udah pernah nulis buku? Udah, malah udah jadi satu buku,
buku cerita anak. Tapi itu pun untuk tugas akhir. Heheh... Duluuu banget, dari
SD sebenernya udah seneng kayak nulis cerita gitu. Tapi, namanya juga
tulisannya anak-anak kan? Tambah besar, cita-cita jadi penulis itu selalu ada.
Dan beberapa hari terakhir ini, cita-cita yang timbul tenggelam ini, datang
lagi.
Sebenarnya,
Mey pengin nulis buku apa sih? NOVEL. Itu jawaban paling jujur. Selain itu,
pengin nulis buku apa lagi? Karena suka anak-anak, pengin juga nulis cerita
anak lagi. Terus, nulis buku pelajaran... wkwkwkwkwk.... bercanda lagiii....
Kenapa
cita-cita itu bisa datang lagi? Mungkin, Alloh menumbuhkan kembali cita-cita
itu, sebagai obat penyembuh hati. Perlahan, semangat untuk menulis itu datang
lagi. Buktinya apa coba? Buktinya, ini ngga kerasa bisa nulis sampai sini.
Bahagia tahu, bisa nulis lagi. Bismillah ya, berjuang untuk cita-cita Mey yang
sempat hibernasi.
Terus
bagaimana dengan cita-cita orang tua Mey? Masih ada kesempatan untuk
memperjuangkan cita-cita mereka loh? Haaaaaaaaa... Mey masih berjuang juga kok.
Tapi, tanpa melupakan cita-cita Mey sendiri. Dua-duanya kalau bisa manage-nya, insyaalloh akan bertemu
hasil yang terbaik. Akan selalu ada Alloh tempat kita bersandar kan? Kalau
nanti kita takut ataupun ragu untuk melangkah, ada Alloh yang akan menguatkan.
Kalaupun nanti kita harus merasakan sakit karena kembali terjatuh, ada Alloh
yang akan menyembuhkan. Kalau nanti kita lelah, akan selalu ada keluarga yang
menjadi rumah, tempat kita pulang untuk melepas lelah.
Catatan
ini memang tentang kisah sendu. Tapi, kisah sendu ini tidak perlu berakhir
pilu. Catatan sendu ini akan menjadi awal baru untuk jejak langkahku... dan
langkahmu, mungkin....
Bismillah....
“Hidup itu hanya sekali, sayang kan kalau
enggan meraih mimpi.”
“Kalaupun kita harus terjatuh, itulah
saatnya kita belajar untuk tumbuh. Ada Alloh SWT yang akan menjadi
penyembuh....”
\^o^/