credit pict: candymax.deviantart.com
Hari ini... masih
melanjutkan dua postingan sebelumnya
(Perpisahan: Pilihan Meninggalkan atau Ditinggalkan dan Perpisahan Bukanlah Alasan dari Sebuah Pertemuan....) Masih betah baper ceritanya....
Kekekekeke....
Jadi... apa?
Salah
satu hal yang membuat perpisahan menjadi semakin berat adalah ‘kenangan’. Sebelum
perpisahan itu datang, kenangan itulah yang menjadi salah satu alasan untuk bahagia,
alasan untuk bertahan menunggunya. Tapi setelah perpisahan itu datang, kenangan
yang awalnya membawa bahagia, mulai berubah menjadi luka. Luka yang membawa air
mata.
Seistimewa
apapun kenangan bersamanya, kenangan tetaplah kenangan. Kisah bersamanya telah
usai, tak bisa lagi terulang.... (T_T)
Seindah
apapun kenangan bersamanya, sedalam apapun rasa yang tumbuh di dalamnya, tidak
baik kalau terus menggenggam kenangan itu erat-erat. Tidak perlu pula menyesali
pertemuan dan perkenalan dengannya.
Bersyukurlah
karena pernah bertemu dan mengenal satu dari sekian banyak orang baik yang
berpijak di atas bumi ini (lebay sedikit boleh lah yaaak....\^o^/). Bersyukurlah karena pernah memiliki kenangan
indah bersamanya.
Lalu...
masih haruskah bersahabat baik dengan kenangan indah bersamanya setelah
perpisahan itu tiba? Dia sudah memilih pergi....
Sudah
saatnya berhenti mengistimewakan kenangan indah beramanya. Sudah saatnya
membuat kenangan baru bersama orang-orang yang kita sayang, bersama orang baru
yang akan kita temui dan kenal nanti.
Berat
pasti kan? Berhenti mengistimewakannya bersama kenangan tentangnya, bukan hal
yang mudah. Bukan hal yang bisa dilakukan dalam waktu singkat. Butuh proses
yang cukup panjang. Karena itu, bersahabatlah dengan waktu. Karena waktulah
yang akan membantu kita berhenti mengistimewakan kenangan bersamanya. Waktulah
yang akan membantu kita menyembuhkan luka karena keputusannya untuk pergi.
Namun,
tidak cukup hanya mengandalkan waktu. Waktu hanya akan berlalu begitu saja
tanpa mengubah apapun, ketika hati masih enggan berhenti mengistimewakan
kenangan tentang dia. Hatilah yang memiliki kewajiban utama untuk menyembuhkan
lukanya sendiri.
Bagaimana
kalau hati masih belum sepenuhnya merelakan semua kenangan tentangnya? Mungkin,
hati masih butuh waktu untuk menerima dan memahami perpisahan yang telah
terjadi. Begitulah, hati bukanlah mesin yang bisa diatur dengan mudah. Tapi...
jangan terlalu lama bertahan bersama kenangan yang justru membuat kita
melupakan caranya bahagia. Apakah perlu ‘memaksa’ hati? Kalau untuk kebaikan, memang ‘harus’. Bukan 'kejam', tapi justru 'sayang' pada hati. Sudah saatnya belajar membuat move on menjadi realita, bukan hanya wacana. Heheh.... Sabar ya hati....!
Tentang
kenangan bersamanya... ketika kenangan itu menguatkan hati dan menjadi alasan
bahagia, jagalah kenangan itu baik-baik. Namun, ketika kenangan itu justru
melemahkan hati dan membuat kita melupakan caranya bahagia, berhentilah mengistimewakan
kenangan itu.
\^o^/
No comments:
Post a Comment