Buku bahasa inggrisnya book. Kalau buku biru bahasa inggrisnya blue book. Buku biru diulang-ulang terus
tanpa jeda dalam bahasa inggris coba, blue
book, blue book, blue book, blue book, blue book, blue book.... Dan
akhirnya sampai pada suara blubuk-blubuk,
seperti suara kecemplung di air. Bercanda sedikit boleh ya? Pasti boleh!
Topik kali ini memang tentang
buku. Kalau tentang buku, artinya tentang dunia membaca. Dunia membaca miliknya
siapapun yang sudah, sedang, dan akan mencintai budaya membaca. Apa yang bisa
dibaca? Buku dari beragam genre dan sumber literasi dengan berbagai medianya.
Karena sekarang, media literasi tidak terbatas pada media cetak. Media literasi
berbasis digital sudah melimpah ruah.
Sebelumnya, coba dihitung, sudah
berapa banyak buku yang pernah kita baca sampai halaman terakhir? Kalau novel
atau buku cerita, sampai the end.
Setelah itu, kira-kira berapa lama waktu yang kita perlukan untuk membaca satu
judul buku? Judul buku apa yang paling berkesan di hati sampai sekarang?
Jawaban untuk
pertanyaan-pertanyaan di atas pasti beraneka rupa dan warnanya. Oke, fokus ke
pertanyaan ketiga ya! Judul buku apa yang paling berkesan di hati sampai
sekarang?
Mungkin sudah ada banyak novel,
buku cerita, buku pelajaran, dan buku-buku referensi yang terjaga rapi di rak
perpustakaan yang pernah mengisi hari-hari kita. Kalau saya, ada satu buku yang
paling berkesan sampai sekarang. Buku pertama yang dibelikan ibu. Judulnya apa?
Sudah lupa. Katanya berkesan, kenapa sampai lupa judulnya? Lupa edisi kali ini
bisa dimaafkan, karena dulu kan masih belum masuk TK. Jadi, belum bisa membaca
huruf, kata, apalagi kalimat.
Terus apa yang dibaca? Yang dibaca
gambar cerita. Memang ada beberapa baris kalimat di bawahnya. Tapi waktu kecil
dulu, kalimatnya nomor ke sekian. Gambarnya nomor satu. Hanya dari gambarnya
yang sederhana, sudah berhasil membuat pembaca cilik ini tahu isi ceritanya,
lalu mengomentari ceritanya. Komentarnya seperti ini, “Mesakke banget adike ya, Buk.” Artinya, “Kasihan sekali adiknya ya,
Bu.” Kenapa anak kecil di ceritanya kasihan?
Jadi, ceritanya tentang anak
laki-laki kecil yang mandi di sungai. Bajunya dilepas, lalu diletakkan di atas
“sesuatu” yang terlihat seperti dahan atau ranting pohon. Karena terlalu asyik
mandi di sungai, si anak kecil tidak menyadari kalau “sesuatu” tadi bisa
bergerak. Bahkan, bisa berjalan dan tanpa sengaja membawa baju si anak kecil.
Ternyata, “sesuatu” itu bukan dahan atau ranting pohon, tetapi seekor rusa yang
yang juga sedang beristirahat di sungai. Lalu, apa yang terjadi pada si anak
kecil tadi? Mengetahui bajunya hilang, si anak kecil hanya bisa menangis
terisak. Lalu, pulang tanpa memakai baju. Hanya celananya yang masih dipakainya
waktu mandi tadi.
Bukan hanya ceritanya yang sangat
sederhana. Gambarnya pun masih monokrom, belum warna-warni seperti sekarang. Tapi
karena cerita dan gambar yang sederhana itu, ibu dan ayah saya tersenyum
bahagia. Kenapa? Karena anaknya yang belum TK, belum mengenal abjad bisa
membaca gambar. Bisa menangis juga karena larut dalam kisahnya. Pengalaman
membaca buku pertama akan selalu menjadi kenangan manis.
Karena anaknya yang belum bisa
membaca ini berulang kali membaca gambar yang sama di buku yang sama, akhirnya
ibu membelikan beberapa buku cerita baru. Masih dengan gambar monokrom. Tapi,
ceritanya berbeda. Ceritanya tentang kehidupan sehari-hari di rumah. Dan tetap,
cerita pada buku pertama belum ada yang menandingi.
Cerita di buku pertama, bukan
hanya sekadar cerita. Tapi, dari sanalah anak kecil yang dulu hobinya cuma
nangis ini penasaran, ingin tahu, dan mulai menduga-duga apa yang terjadi
selanjutnya pada anak kecil yang kehilangan bajunya. Apakah anak itu bisa sampai
ke rumahnya? Bagaimana di perjalanan sebelum sampai ke rumahnya? Apakah ada
orang baik yang akan meminjaminya baju? Atau malah ada yang mengejeknya?
Setelah sampai rumah, apa dia akan dimarahi ibunya?
Berjalannya waktu, semakin suka
pada buku cerita, majalah anak, sampai buku pelajaran Bahasa Indonesia di SD
yang ada bacaannya. Karena hobinya menebak apa yang akan terjadi tentang
setelahnya, mulailah suka membuat cerita sendiri. Cerita yang bisa memuaskan
rasa penasaran dan ingin tahu diri sendiri. Kalau ceritanya yang membuat kita
sendiri, pasti kitalah orang pertama yang tahu bagaimana endingnya, atau
mungkin akan ada kisah setelahnya kan?
Sampai sekarang pun masih
keterusan. Masih suka membuat coretan-coretan di buku catatan kecil atau di
netbook. Masih berlanjut menulis cerita untuk novel, tapi belum selesai. Masih
berlanjut posting di blog. Masih apalagi? Masih ada banyak hal harus diraih
dari hobi menulis ini.
Buku pertama, seperti cinta
pertama, tak akan pernah kulupa. Eaaaa.... Tapi serius, buku pertama itulah
yang mengantarkan pada judul-judul buku yang lain, mengenalkan pada dunia
membaca. Setelah mengenal baik dunia membaca, apalagi? Karena jumlah buku yang
dibaca semakin bertambah dan genrenya pun beragam, semakin bertambah pula
koleksi cerita, wawasan, dan pengetahuan tentang dunia. Dari sana, kita akan
memahami tentang “kita” sebagai bagian dari cerita dunia. Di luar sana, ada
banyak orang yang memiliki cerita dan kehidupan masing-masing. Kita pun
memiliki cerita dan kehidupan sendiri. Cerita yang bisa kita tuliskan, lalu
kita bagikan pada seluruh dunia.
Dari satu buku, entah pada
halaman ke berapa, ada satu dunia baru yang saya temukan, dunia menulis.
Menulis cerita, artikel, opini, dan insyaalloh novel menjadi cara bahagia saya
yang sederhana. Menjadi cara sederhana saya menemukan diri saya. Setelah
bertemu dunia menulis, bagaimana dengan dunia membaca sebelumnya? Dunia membaca
menjadi lebih bermanfaat dari sebelum-sebelumnya. Kalau kita tidak membaca,
bagaimana kita bisa tahu apa yang ingin kita tulis? Ya, kan?
Dulu, sumber dan media literasi
baca belum “sekaya” sekarang. Gambarnya pun kebanyakan monokrom, karena yang
warna-warni dulu harganya mahal. Karena itu, pembaca cilik zaman sekarang
sangat beruntung, bisa memiliki dan berinteraksi dengan beragam sumber dan media
literasi baca. Kalau dulu harus susah-susah beli di toko buku atau pinjam ke
perpustakaan, sekarang ada banyak buku cerita berbasis digital, yang bisa
dibaca secara online ataupun offline, dan free.
Bukan hanya itu, gambar ilustrasinya pun sudah warna-warni, tidak hanya
monokrom. Kurang apa coba?
Salah satu aplikasi yang bisa menjadi
salah satu sumber literasi baca para pembaca cilik adalah Let’s Read. Kenalan lebih jauh dengan aplikasi berlogo gajah lucu
yang hobinya membaca ini, yuk!
Aplikasi Let’s Read adalah aplikasi perputakaan digital yang dipelopori oleh
program Books for Asia, The Asia
Foundation. Aplikasi ini diharapkan dapat menjadi media literasi yang dapat
menumbuhkan minat, kesenangan, kemampuan, keterampilan, dan budaya membaca para
pembaca cilik pada era digital ini.
Melalui aplikasi Let’s Read, adik-adik kecil yang sedang
semangat-semangatnya belajar membaca, bisa memilih dan membaca banyak sekali buku
cerita bergambar secara gratis. Sebanyak apa? Puluhan, ratusan, ribuan, bahkan
jutaan judul buku dari berbagai bahasa, genre, dan tingkatan. Kita kupas
satu-satu, ya!
Pertama, buku cerita pada Let’s Read disajikan dalam berbagai bahasa
nasional dan daerah. Kalau ada yang penasaran dengan buku cerita bergambar
dengan bahasa daerahnya sendiri, boleh dicoba. Karena, adik-adik bukan sekadar
membaca, tapi juga melestarikan bahasa daerah. Kedua, cerita dari beragam
genre, mulai fiksi sampai nonfiksi. Ada cerita tentang superhero, petualangan,
sains, kehidupan binatang, keluarga dan persahabatan, folktales, dan masih banyak lagi. Ketiga, tak kalah dengan dunia games yang punya level, di dunia membaca
pun ada level atau tingkatannya. Di Let’sRead ini, adik-adik bisa memilih berpetualang ke dalam dunia membaca mulai
dari level berapa. Tingkat level membaca, akan menentukan jumlah kosa kata
dalam setiap halamannya.
Selain terdiri dari beragam
bahasa, genre, dan level, gambar-gambar ilustrasi di setiap ceritanya
bagus-bagus loh! Inilah beberapa gambar ilustrasinya!
("Nilam si Tabib", Penulis: Rizky Ramda, Ilustrator: Ella Elviana)
("A New Nest", Penulis: Ratna Kusuma Halim)
("Bermain Apa?", Penulis: Hasmar Affandi, Ilustrator: Elvira Novianti Ken)
("Bermain Apa?", Penulis: Hasmar Affandi, Ilustrator: Elvira Novianti Ken)
Kalau diperhatikan, di gambar ilustrasi
terakhir, ada sesuatu yang spesial. Apa itu? Ada yang bisa menebak? Hehehehehehehe....
Yakin, pasti langsung ketemu jawabannya! Ada anak-anak kecil yang bermain gundu
atau kelereng, salah satu permainan tradisional tempo dulu yang tak pernah
lekang oleh waktu. Ada yang pernah atau mungkin sering bermain kelereng di
rumah bersama teman-teman? Baru satu, dan masih ada banyak lagi unsur-unsur
budaya daerah dan kearifan lokal. yang dapat ditemukan dari koleksi buku cerita
bergambar Let’s Read. Penasaran?
Karena itu, mulailah berpetualang di Let’s Read!
Tapi, bagaimana kalau adik-adik
lebih suka membaca buku cetak? Tenang, jangan galau ya! Let’s Read sudah menyiapkan pilihan download buku cerita. Adik-adik
tinggal memilih dan mendownload secara gratis buku cerita bergambar yang mau
dibaca. Lalu, adik-adik bisa mencetak sendiri.
Bagaimana cara mengunduh
aplikasinya? Caranya mudah sekaliiiii! Pertama, buka Play Store. Lalu, search
aplikasi Let’s Read dengan logo gajah
lucu berwarna abu-abu yang membawa sebuah buku dengan belalainya. Setelah
menemukan aplikasinya, tinggal download. Aplikasinya juga bisa langsung diunduh di sini ya!
Nah, setelah berhasil mendownload
aplikasinya, saatnya mengatur bahasa, level, dan genrenya. Check video di bawah ini ya!
Let’s
read,
and open your new world! Bacalah buku
apapun yang kalian suka, dari media manapun yang menurut kalian paling nyaman. Karena
tanpa membaca, kalian tidak akan pernah tahu pada judul buku yang mana, pada
halaman ke berapa, kalian akan menemukan dunia kalian yang baru. Dunia baru
yang akan mengantarkan kalian pada petualangan-petualangan yang baru.
\^O^/