Saturday, March 31, 2018

Tentang Waktu dan Rasa Kehilangan

credit pict: kerbcraft.org

Beberapa minggu yang lalu, ada seorang teman, mungkin lebih tepatnya seorang kakak. Seorang kakak yang terpilih untuk melewati sebuah ujian yang sangat berat dalam kehidupannya. Ujian yang datang dengan sangat tiba-tiba. Bahkan, bukan hanya dia yang terpukul dengan ujian luar biasa itu. Bukan hanya dia yang bersedih. Orang-orang di sekitarnya pun ikut merasakan kesedihannya. Kesedihan karena takdir yang mengharuskannya berpisah dengan seseorang yang selama ini menjadi belahan hatinya. Berpisah dengan seseorang yang setiap hari ditunggunya di rumah. Berpisah dengan seseorang yang setiap hari menjadi alasannya untuk bahagia. Berpisah dengan seseorang yang namanya selalu ada dalam doa-doanya. 

Ya, beberapa minggu yang lalu, dia harus berpisah, harus merasakan kehilangan seseorang yang sangat dicintainya, belahan hatinya. Bukan perpisahan untuk waktu yang sebentar, ataupun untuk sementara. Tapi, perpisahan untuk waktu yang sangat-sangat lama. Sebuah perpisahan yang mengakhiri semua harapan untuk bertemu kembali di dunia.

Kehilangan seseorang yang selama ini menjadi belahan hati pasti menjadi ujian yang akan meninggalkan luka sangat dalam. Luka sangat dalam yang sulit menemukan obatnya. Membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan luka itu. Ketika luka itu sembuh, keadaan pasti sudah sangat berubah. 

Tapi, Allah SWT selalu memberikan ujian, sesuai kemampuan setiap hamba-Nya. Beberapa hari yang lalu, sempat bertemu sebentar dengan kakak itu lagi. Masih ada kesedihan di wajahnya. Namun, sudah ada senyuman di bibirnya. Entah senyuman itu untuk menunjukkan kalau dirinya sudah baik-baik saja, atau hanya untuk menyapa dengan cara yang baik. Tapi, senyumannya pagi itu, sudah menunjukkan kalau dirinya adalah seorang wanita yang kuat, seorang ibu yang tangguh. Entah sejak kapan, kakak itu berdamai dengan takdir. Entah dari mana dia memperoleh kekuatan untuk tersenyum pagi itu. Begitulah, kakak itu terpilih menjadi salah satu hamba-Nya yang kuat untuk melewati ujian sebesar itu. 

Lukanya memang belum sembuh. Bahkan, masih menganga. Tapi, bukankah hidupnya harus terus berjalan? Kakak itu tahu pasti hal ini. Selain itu, meskipun sudah kehilangan seseorang yang sangat dicintainya, masih ada banyak orang yang membutuhkannya. Masih ada banyak orang yang menyayanginya. Perlahan, dia mulai menyembuhkan lukanya. Sedalam dan sesakit apapun luka hatinya sekarang, hanya dia yang tahu. Karena itu, hanya dialah yang bisa mengobati lukanya itu. Tapi, dia tak pernah sendiri. Selalu ada Alloh SWT yang menjaganya. Ada orang-orang yang selalu menyayanginya. Mereka semua pasti akan membantu untuk menyembuhkan lukanya, sedalam apapun luka itu.

Begitulah, waktu yang terus berjalan akan mempertemukan kita pada rasa kehilangan. Rasanya pasti akan sangat sakit. Akan sangat sulit menemukan obat untuk menyembuhkan luka karenanya. Tapi entah kapan, waktu pasti akan mempertemukan kita pada rasa kehilangan. Entah kehilangan untuk sementara, ataupun untuk selamanya. Itulah salah satu takdir kehiudupan yang harus kita jalani kan? Takdir tidak akan pernah bertanya dulu apakah kita sudah atau belum siap untuk merasakan kehilangan. Takdir tidak akan memberi kesempatan untuk memilih kapan waktunya kita harus bertemu rasa sakit karena kehilangan. Namun, ketika waktunya tiba, artinya itulah waktu terbaik yang Alloh SWT pilihkan, waktu di mana kita benar-benar mampu untuk melewati rasa sakit karena kehilangan itu.

Tentang waktu dan rasa kehilangan, waktu memang akan mempertemukan kita pada kehilangan. Entah kehilangan untuk sementara, atau untuk selamanya. Selain mempertemukan, waktu jugalah yang akan membantu kita mengobati luka karena kehilangan itu. Meskipun waktu harus mengantarkan pada rasa kehilangan, masih ada kenangan yang akan terus menemani perjalanan hidup kita nanti. Kenangan yang kita simpan untuk menguatkan, bukan untuk melemahkan.

Tentang waktu dan rasa kehilangan, mungkin kita yang merasa sudah dewasa, perlu belajar dari anak-anak. Anak-anak lebih memilih untuk menikmati waktu yang mereka miliki, entah untuk waktu yang sebentar ataupun lama. Selama masih memiliki waktu bersama mereka yang kita sayang, kita masih bisa menciptakan bahagia bersama mereka. Daripada harus memikirkan tentang perpisahan dan rasa kehilangan yang akan datang nanti, lebih baik memikirkan bagaimana kita menciptakan bahagia bersama orang-orang yang kita sayang. Sesingkat apapun itu, selama apapun itu, kita masih memiliki kesempatan untuk bahagia bersama mereka yanng kita sayang.

\^o^/

Thursday, March 29, 2018

Karena Cinta Bukanlah 'Arena' Perlombaan


Cinta bukanlah sebuah arena perlombaan. Bukan arena siapa yang lebih cepat mencapai garis finish. Bukan arena siapa yang lebih cepat memiliki hati seseorang yang spesial. 

(credit pict: https://picsart.com)

Jatuh cinta adalah salah satu proses perjalanan hati. Ada yang menempuh proses yang sebentar, bahkan singkat untuk memahami bahwa ada cinta yang sudah tumbuh di hati. Entah sejak kapan cinta itu mulai tumbuh. Yang penting sekarang, cinta itu memang ‘ada’ dan sudah tumbuh semakin dalam setiap harinya. Apakah itu cinta pada pandangan pertama? Atau mungkin hanya butuh waktu beberapa hari saja untuk mengenalnya, untuk menjatuhkan pilihan hati padanya? 

Namun, tidak sedikit juga yang harus menempuh perjalanan yang berliku, membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk mengenal dan menyatakan diri bahwa ‘dia sedang jatuh cinta’. Kenapa mereka membutuhkan waktu yang lebih panjang? Kalau ditanya kenapa, jawaban yang paling cepat ditemukan adalah karena itu semua urusan hati masing-masing. Ada hati yang memerlukan waktu lebih panjang untuk mengenal dengan baik seseorang yang baru dikenal. Memerlukan waktu lebih panjang untuk merasa nyaman ketika berada di sampingnya. Memerlukan waktu yang lebih panjang untuk menyadari bahwa itu bukan hanya nyaman, tapi juga ada rasa yang lain, rasa yang jauh lebih indah, lebih spesial di dalamnya. Memerlukan waktu yang lebih panjang untuk menumbuhkan cinta di hatinya. 

Jadi, dari mulai jatuh cinta, masing-masing hati memiliki waktu mereka masing-masing. Waktu yang mungkin lebih sering berbeda-beda. Mulai dari waktu kapan bertemu untuk pertama kali, kapan mulai ingin mengenalnya lebih jauh, dan kapan mulai jatuh cinta. 

Setelah jatuh cinta, saatnya memulai perjuangan. Perjuangan untuk ‘menumbuhkan’ cinta di hati seseorang yang menjadi pilihan hati. Sayangnya, ternyata seseorang itu juga menjadi pilihan hati orang lain. Hmmm.... orang lain, bisa orang asing, bisa orang yang kita kenal baik, bisa orang yang sangat dekat dengannya. Bukan hanya kita yang sedang berjuang untuk mendapatkan hatinya.  

Setiap hati memiliki pilihan dan cara mereka masing-masing untuk memperjuangkan cinta mereka. Yang penting, ketika kesempatan untuk memperjuangkan cinta itu datang, pilihlah cara berjuang yang baik. Ketika ada dua hati yang saling jatuh cinta, di tempat lain mungkin ada satu hati yang patah. Setidaknya, dengan memilih cara berjuang yang baik, luka yang tergores di hati tidak datang bersama benci. Meskipun rasa kecewa, sedih, marah itu tetap ada, luka tidak menumbuhkan keinginan untuk menyakiti ataupun untuk merebut kembali. Dengan cara berjuang yang baik, insyaalloh, ketika kita harus menjadi hati yang patah, kita akan lebih mudah untuk melepaskan.

Kembali pada cinta yang bukanlah sebuah arena perlombaan. Ketika memiliki kesempatan untuk memperjuangkan cinta, tidak ada keharusan dan kewajiban untuk mendapatkan hati dan cintanya. Cinta bukanlah garis finish yang harus kita menangkan. Pemenang dalam perjuangan cinta bukan siapa yang lebih dulu dikenalnya. Bukan siapa yang lebih dulu jatuh cinta. Bukan siapa yang bergerak jauh lebih cepat untuk merebut perhatiannya. Bukan siapa yang berjuang habis-habisan untuk merebut hatinya. 

Cinta selalu datang menyapa hati dengan alasannya masing-masing, tidak bisa dipaksakan. Karena itu, kita tidak bisa memaksakan siapa yang akan menjadi pilihan hatinya, siapa yang kelak akan dicintainya. Kita tidak bisa memaksakan pada siapa dan kapan dia harus jatuh cinta. 

Jadi, biarkanlah cinta tumbuh dengan caranya sendiri. Kita memang harus memperjuangkan cinta, tapi berjuanglah dengan cara yang baik. Berhentilah, saat kita memang harus berhenti. Berhenti bukan berarti menyerah dan kalah. Berhenti di sini artinya melepaskan dia untuk bahagia dengan pilihan hatinya sendiri. Berhenti di sini artinya siap untuk belajar bahagia ketika melihatnya berbahagia dengan pilihan hatinya.... (Berat memang, sangat berat malah. Tapi lebih baik berat, daripada menyakiti diri sendiri dan orang yang kita sayang kan?)

Cinta bukanlah sebuah arena perlombaan. Bukan tentang siapa yang menjadi pemenang dan siapa yang harus kalah. Ketika ternyata kita bukanlah pilihan hatinya, bukan berarti kita kalah kan? Kita hanya ‘tidak berjodoh’ dengannya. Sudah saatnya untuk melepaskan dia dan perasaan untuknya. Ketika ternyata kita bukanlah pilihan hatinya, bukan saatnya untuk menumbuhkan benci. Tapi, sudah saatnya untuk menciptakan bahagia dengan cara yang lain, cara yang jauh lebih indah. 

Mengenalnya sebagai orang baik, mendapat kesempatan untuk merasakan indahnya jatuh cinta karenanya, sudah lebih dari cukup. Kalaupun dia bukan jodoh kita, tidak apa-apa kan? Masih bisa menjadi temannya kan? Masih banyak alasan untuk bahagia kan? Kita masih memiliki waktu menunggu seseorang yang sudah ditakdirkan menjadi jodoh kita nanti kan? Mungkin sekarang, belum waktunya bertemu dia. Tapi, masih ada nanti kan? (Banyak ‘kan’-nya yaaa.... Hehehehehe....) 

\^o^/

[Review] Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990


Judul             : Dia adalah Dilanku Tahun 1990 (Edisi Revisi)
Penulis           : Pidi Baiq
Penerbit        : Pastel Books
Genre            : Remaja
Tahun Terbit : 2015
Halaman         : 348
Harga            : Rp 69.000,00



Hehehehe... apa kabar rindu? Masih beratkah kamu? Kalau bicara tentang novel remaja yang satu ini, salah satu hal yang pertama terlintas selain Dilan dan Milea adalah tentang ‘rindu’. Ya kan? 

Pengalaman pertama kali bertemu novel karya Ayah Pidi Baiq ini, diawali dari jatuh cinta pada dialog indah Dilan. Jadi, beberapa bulan yang lalu, waktu searching images tentang quotes cinta dan rindu (ketahuan keseringan baper sama sering gagal move on-nya... T_T) tanpa sengaja bertemu dialog Dilan yang unik, ‘nyleneh’, tapi indah. Hanya Dilan yang bisa mengucapkan dialog seperti itu. Itulah dialog ‘ajaib’ Dilan yang membuat hati ingin mengenal lebih jauh tentang Dilan-nya Milea, dialog Dilan tentang rindu. 

“Jangan rindu, berat, kau tak akan kuat, biar aku saja.” (Dilan)

Hehehe... pasti teman-teman hafal betul dialog ini. Dulu, ya... untuk mengobati rasa penasaran pada dialog Dilan itu,  langkah pertama setelah bertemu langsung dengan bukunya adalah mencari di halaman berapa dialog Dilan itu muncul. Satu per satu buka-buka halaman demi halamannya, dan akhirnya sampai di halaman 297. Yeai... ketemu! Senengnya dulu waktu ketemu halaman ini.... Dialog Dilan untuk Milea dalam adegan yang sebenarnya sederhana, tapi manis, tapi romantis. Jadi, itulah kesan pertama tentang novel ini. 

Lalu.... inilah perkenalan lebih lanjut dengan novel ini. 

Pertama, dari halaman cover-nya. Warna biru, ada Dilan berseragam putih abu-abu, bersama motornya, bersama salah satu dialog Dilan tentang cinta (belum tentang rindu yang berat, masih disimpan di halaman-halaman selanjutnya.... \^o^/) Halaman cover-nya sederhana, tapi manis, tapi sulit dilupakan. Ada Dilan di sana, kekekekeke.... Dilan dengan gambaran sosoknya yang sederhana.

Kedua, tentang ceritanya. Teman-teman yang sudah membaca novelnya berkali-kali, pasti tahu betul bagaimana lika-liku perjalanan cinta Dilan dan Milea. Dialog-dialog di dalamnya membuat adegan yang awalnya biasa-biasa saja menjadi istimewa dan susah dilupakan. Dialog Dilan dan cara Dilan memperlakukan Milea dengan istimewa membuat pembacanya jatuh cinta pada sosok Dilan, membuat pembacanya cemburu sekaligus bahagia bersama Milea. Selain tentang cinta, cerita di dalamnya juga tentang persahabatan dan keluarga. 

Ketiga, tentang tokoh-tokohnya. Hehehehehe.... Ada Dilan, Milea,Bunda(hara), Disa, Ibu dan Ayah Milea, Airin, Wati, Beni, Nandan, Kang Adi, Piyan, Rani, Anhar, Revi, Susi, Bi Asih, Ibu Sri, Pak Suripto, Pak Hamid (Kepala Sekolah), Bi Eem, Si Bibi, Ibu Rini, Ibu Kang Adi, dan tokoh lainnya yang ikut berpartisipasi membuat cerita dalam novel ini menjadi jauh lebih indah. Masing-masing tokoh memiliki karakter yang kuat, unik, dan pasti memiliki tempat tersendiri di hati pembacanya. Sahabat-sahabat dan keluaraga Dilan-Milea yang membuat cerita cinta mereka menjadi lebih indah dan penuh warna. 

Untuk mengetahui ceritanya lebih lanjut, untuk yang merasa ingin tahu tentang kehidupan anak SMA tahun 90-an di Bandung, untuk mengenal keunikan karakter dari masing-masing tokohnya, teman-teman yang belum sempat membaca novelnya (baru menonton filmnya, hehehe....), silakan dibaca novelnya dari halaman pertama sampai terakhir yaaa.... Insyalloh, tidak sampai satu minggu, pasti sudah sampai pada halaman terakhir.... 

\^o^/