Pernah membaca
novel yang tebel? Jumlah halamannya bisa lebih dari 300, 400, 500, 600, 700,
atau 800-an halaman mungkin? Walaupun tebelnya, tebeeel banget, kita tetep
betah membacanya sampai akhir. Setiap bagiannya, membuat kita ingin cepat-cepat
tahu ending-nya seperti apa. Sampai kita
selesai membaca bagian terakhir dan epilog, ada rasa bahagia, lega, puas,
apalagi? Tapi, ada juga rasa rindu pada kisahnya, pada tokoh-tokohnya, pada quote-quotes-nya, dan rindu untuk
membaca kisahnya lagi.
Selain buku yang
halamannya tebalnya keterlaluan, ada juga satu atau beberapa buku yang jumlah
halamannya mungkin hanya 100-an halaman. Tapi, baru sampai halaman kesekian,
kita sudah lelah membacanya. Bukan karena ceritanya tidak menarik, bukan juga
karena tokoh-tokohnya tidak asyik. Selain kita, ada banyak pembaca yang sangat
menyukai buku itu, mungkin bisa membacanya sampai berulang-ulang. Buku itu,
memiliki tempat yang istimewa di pembaca yang lain, di hati yang lain. Lalu
karena apa kita kesulitan menyelesaikan membacanya sampai akhir? Mungkin karena
kurang atau belum merasa klik, perlu faktor-X mungkin?
Memilih buku, membaca
kisah di dalamnya sampai akhir (berapapun tebal halamannya... \^o^/), lalu
kisahnya meninggalkan kesan indah di hati. Mungkin, hampir sama seperti pilihan
hati, yang terkadang sulit dipahami, dimengerti, tapi sangat berarti. Karena
sangat berartinya pilihan itu, bisa memilihnya membuat kita bahagia, tapi
meninggalkannya mengharuskan kita untuk belajar lebih dewasa. Ketika kita
menjalani pilihan hati, walaupun kita harus menghadapi tantangan yang lebih besar,
kita akan menjalaninya dengan hati yang lebih ringan, karena kita bahagia. Setiap
detail perjuangannya, memberikan kesan dan bahagianya sendiri.
Seseorang yang
berani memilih dan memperjuangkan pilihan hatinya adalah manusia yang
beruntung. Tidak sedikit di luar sana yang karena keadaan, tidak bisa memilih
pilihan hatinya, dan harus menunda atau bahkan sampai melepaskannya begitu
saja. Saat itulah, mereka memang harus belajar untuk dewasa.
Dalam hal cinta,
cintalah yang akan memilih pada hati siapa dia akan tumbuh. Saat cinta itu
mulai tumbuh, cintanya sama dengan pilihan hatinya. Bingung? Kekekekeke....
Pokoknya, begitu. Siapa yang dicintainya, dialah pilihan hatinya. Cukup satu.
Pilihan hati dalam cinta, cukup satu hati, tidak perlu hati yang lain lagi.
Pada suatu hari,
entah dulu, sekarang, atau nanti, mungkin kita pernah bertanya seperti ini. “Kenapa
aku bisa jatuh cinta sama dia? Bahkan cuma sama dia? Ngga ada yang lain lagi.
Padahal, dia itu kadang nyebelin, sering jahil, ngga romantis,.... (Bisa diisi
apapun, yang seharusnya bisa menjadi alasan kita jatuh cinta pada orang lain
yang lebih dari dia. Titik-titik yang mungkin jumlahnya tak terhingga menurut
orang lain yang mengenal atau hanya mengenal si dia sekadarnya). Tapi, lagi-lagi
cuma dia seorang yang ngangenin. Cuma dia yang bisa bikin nyaman, aman.” Untuk
pilihan hati, kita yang memiliki pilihan itu sendiri terkadang sulit
memahaminya. Apalagi orang lain.
Tapi, mau
bagaimana lagi, meskipun alasannya masih menjadi rahasia, sekali pilihan hati,
akan tetap menjadi pilihan hati. Walaupun banyak tantangan, hambatan, yang
mengharuskan kita untuk berjuang, pasti kita memilih untuk tidak menyerah,
berjuang bersama dia sampai akhir. Walaupun orang lain berkata apa tentang dia,
kita belajar menerima dia apa adanya. Kalaupun ada hal yang kurang baik dari si
dia, kita pasti mau menemaninya untuk berubah menjadi lebih baik. Tapi, bukan
memaksa dia menjadi seperti apa yang kita inginkan. Menjadi dirinya yang
sekarang saja, kita sudah sayang. Apalagi, kalau dia mau berubah menjadi lebih
baik.
\^o^/
Aaaaaa...aaa... biarlah orang berkata apa ...
ReplyDeleteSambil nyetel lagu Armada, klop deh baca tulisan ini 😁
Kekekekeke.... \^o^/
Delete