Thursday, January 25, 2018

Karena Inilah Pilihan Hati



Pernah membaca novel yang tebel? Jumlah halamannya bisa lebih dari 300, 400, 500, 600, 700, atau 800-an halaman mungkin? Walaupun tebelnya, tebeeel banget, kita tetep betah membacanya sampai akhir. Setiap bagiannya, membuat kita ingin cepat-cepat tahu ending-nya seperti apa. Sampai kita selesai membaca bagian terakhir dan epilog, ada rasa bahagia, lega, puas, apalagi? Tapi, ada juga rasa rindu pada kisahnya, pada tokoh-tokohnya, pada quote-quotes-nya, dan rindu untuk membaca kisahnya lagi. 

Selain buku yang halamannya tebalnya keterlaluan, ada juga satu atau beberapa buku yang jumlah halamannya mungkin hanya 100-an halaman. Tapi, baru sampai halaman kesekian, kita sudah lelah membacanya. Bukan karena ceritanya tidak menarik, bukan juga karena tokoh-tokohnya tidak asyik. Selain kita, ada banyak pembaca yang sangat menyukai buku itu, mungkin bisa membacanya sampai berulang-ulang. Buku itu, memiliki tempat yang istimewa di pembaca yang lain, di hati yang lain. Lalu karena apa kita kesulitan menyelesaikan membacanya sampai akhir? Mungkin karena kurang atau belum merasa klik, perlu faktor-X mungkin? 

Memilih buku, membaca kisah di dalamnya sampai akhir (berapapun tebal halamannya... \^o^/), lalu kisahnya meninggalkan kesan indah di hati. Mungkin, hampir sama seperti pilihan hati, yang terkadang sulit dipahami, dimengerti, tapi sangat berarti. Karena sangat berartinya pilihan itu, bisa memilihnya membuat kita bahagia, tapi meninggalkannya mengharuskan kita untuk belajar lebih dewasa. Ketika kita menjalani pilihan hati, walaupun kita harus menghadapi tantangan yang lebih besar, kita akan menjalaninya dengan hati yang lebih ringan, karena kita bahagia. Setiap detail perjuangannya, memberikan kesan dan bahagianya sendiri.

Seseorang yang berani memilih dan memperjuangkan pilihan hatinya adalah manusia yang beruntung. Tidak sedikit di luar sana yang karena keadaan, tidak bisa memilih pilihan hatinya, dan harus menunda atau bahkan sampai melepaskannya begitu saja. Saat itulah, mereka memang harus belajar untuk dewasa.

Dalam hal cinta, cintalah yang akan memilih pada hati siapa dia akan tumbuh. Saat cinta itu mulai tumbuh, cintanya sama dengan pilihan hatinya. Bingung? Kekekekeke.... Pokoknya, begitu. Siapa yang dicintainya, dialah pilihan hatinya. Cukup satu. Pilihan hati dalam cinta, cukup satu hati, tidak perlu hati yang lain lagi. 

Pada suatu hari, entah dulu, sekarang, atau nanti, mungkin kita pernah bertanya seperti ini. “Kenapa aku bisa jatuh cinta sama dia? Bahkan cuma sama dia? Ngga ada yang lain lagi. Padahal, dia itu kadang nyebelin, sering jahil, ngga romantis,.... (Bisa diisi apapun, yang seharusnya bisa menjadi alasan kita jatuh cinta pada orang lain yang lebih dari dia. Titik-titik yang mungkin jumlahnya tak terhingga menurut orang lain yang mengenal atau hanya mengenal si dia sekadarnya). Tapi, lagi-lagi cuma dia seorang yang ngangenin. Cuma dia yang bisa bikin nyaman, aman.” Untuk pilihan hati, kita yang memiliki pilihan itu sendiri terkadang sulit memahaminya. Apalagi orang lain.

Tapi, mau bagaimana lagi, meskipun alasannya masih menjadi rahasia, sekali pilihan hati, akan tetap menjadi pilihan hati. Walaupun banyak tantangan, hambatan, yang mengharuskan kita untuk berjuang, pasti kita memilih untuk tidak menyerah, berjuang bersama dia sampai akhir. Walaupun orang lain berkata apa tentang dia, kita belajar menerima dia apa adanya. Kalaupun ada hal yang kurang baik dari si dia, kita pasti mau menemaninya untuk berubah menjadi lebih baik. Tapi, bukan memaksa dia menjadi seperti apa yang kita inginkan. Menjadi dirinya yang sekarang saja, kita sudah sayang. Apalagi, kalau dia mau berubah menjadi lebih baik. 

\^o^/

2 comments:

  1. Aaaaaa...aaa... biarlah orang berkata apa ...

    Sambil nyetel lagu Armada, klop deh baca tulisan ini 😁

    ReplyDelete